Rabu, 16 Januari 2013

PENGARUH VARIASI VOLUME CAMPURAN LUMPUR IPAL SEWON TERHADAP KUAT TEKAN BATU BATA PRODUKSI DESA TURI, SUMBERAGUNG, BANTUL



Wahyu Handoyo Putro*, Bambang Suwerda**, Sigid Sudaryanto***

* JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl.Tatabumi 3, Banyuraden, Gamping, DIY 55293,     
email: onimax_kyo@yahoo.com
** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

 Abstract

The Waste Water Treatment Plant (WWTP) at Sewon Bantul, produces sludge as the by-pro-duct. The sludge is usually dried in the sludge drying bed and only a small part of it is used as fertilizer. Each year the sludge can be yielded as much as 3300 m3 and may have negative im-pact i.e. supporting the existence of disease insect vector and other annoying animals. One ef-fort for utilizing the sludge is use it as a mixture of red brick production. The aim of the study was to know the influence of the mixture variations between sludge and clay, i.e.3:1, 2:2, 1:3 and 0:4, on the pressure strength of the bricks by conducting an experiment using post-test with control group design. As the brick control were those made in Turi Village. From each mixture variation and control, 10 bricks were measured for their pressure strength in the construction laboratory.  Descriptively, the control bricks had the highest pressure strength, meanwhile among the treat-ment groups, bricks made from mixture ratio of 3:1 were the highest but had 16,9 % reduction compared with the controls.. The results of analysis by using independent t-test at 95 % signifi-cance level, showed that the pressure strength among bricks of four mixture variations were significantly different. However, the bigger the sludge was added the lower the pressure strength will be gained. Since the highest strength among the sludged bricks had not yet fulfilled the stan-dard issued by SII-0021-78 i.e. 25 kg/cm2, it is recommended that the bricks made of waste water sludge not to be used for heavy or high pressure building or dwelling construction.

Keywords : waste processing sludge, brick pressure strength

Intisari

Instalasi pengelolaan limbah cair (IPAL) di Sewon Bantul, menghasilkan produk samping berupa lumpur. Selama ini lumpur tersebut dikeringkan di bak pengering dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai pupuk. Lumpur yang dihasilkan mencapai 3300 m3 per tahun. Dampak negatif dari keberadaan lumpur tersebut adalah dapat mendukung kehidupan serangga vektor penyakit dan binatang pengganggu lainnya. Salah satu upaya untuk memanfaatkan lumpur ter-sebut adalah menggunakannya sebagai campuran dalam pembuatan batu bata. Tujuan pe-nelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variasi campuran tanah liat dan lumpur, yaitu 3:1, 2:2, 1:3 dan 0:4, terhadap kuat tekan batu bata yang dihasilkan melalui eksperimen dengan rancangan post-test with control group. Adapun sebagai pembanding adalah batu bata yang di-buat oleh pengrajin. Dari masing-masing variasi campuran dan pembanding, diukur kuat tekan 10 batubata di laboratorium konstruksi. Secara deskriptif, batu bata kelompok kontrol kuat tekan-nya paling tinggi, sedangkan di antara kelompok perlakuan, perbandingan 3:1 kuat tekannya tertinggi namun turun 16,9 % dibanding batubata kontrol. Hasil analisis dengan uji t-test bebas pada derajat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa kuat tekan di antara ke empat variasi cam-puran berbeda secara signifikan, tetapi semakin banyak campuran lumpur yang digunakan, kuat tekannya akan semakin rendah. Karena kuat tekan batu bata yang tertinggi di antara kelompok perlakuan masih belum memenuhi standar SII-0021-78 yaitu 25 kg/cm2, maka disarankan agar batu bata yang dibuat dengan campuran lumpur ini tidak digunakan untuk bangunan yang ber-penghuni atau bangunan yang memiliki berat atau tekanan yang tinggi.

Kata Kunci : lumpur pengolahan limbah, kuat tekan batubata


Item type : Jurnal Ilmiah
Subject    : Pengelolaan Limbah
Bibliografi : Sanitasi, Volume 4 Nomor 1 Hal 1- 50, Yogyakarta
Posted by : admin jurusan kesling
Posted on : 13 Desember  2012

PEMANFAATAN CHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI FORMALIN TERHADAP MASA SIMPAN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK MIE BASAH



Ringga Risdiana*, Tuntas Bagyono**, Lilik Hendrarini***

* JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY 55293,
** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Abstract

Wet noodle is a food product with high water level which can reach 52 %. Eventhough, formaline is a harmful chemical which is prohibited for food, nonetheless it is often used for preserving ing-redient in wet noodle production. Chitosan is a by-product of shrimp and crab processing which can be utilized as a substitution of formaline. The study was aimed to understand whether the preserving times and organoleptic natures of wet noodle added by chitosan and formaline were different or not. The study was an experiment one with post-test only with control group design. The doses of formaline and chitosan observed were 12, 20 and 28 ppm. The panelist for orga-noleptic testing were 10 students of Nutrition Department of Yogyakarta Polytechnic of Health. The data which were analysed by using Kruskal Wallis non parametric test revealed that the pre-serving times of the noodle made between the two chemical was not different (p=0,0962), as well as for aroma liking among the panelists (p=0,731). However, the score from panelists for color, texture and taste for the two types of wet noodle were different, i.e. p=0,004, <0 0="0" advised="advised" and="and" as="as" chitosan="chitosan" consumers.="consumers." for="for" formaline="formaline" is="is" it="it" producer="producer" respectively.="respectively." safe="safe" span="span" start="start" the="the" to="to" use="use" usually="usually" who="who">
   
Keywords : chitosan, formaline, food preservation, organoleptic nature

Intisari

Mie basah merupakan produk makanan dengan kadar air yang tergolong tinggi yakni mencapai 52 %. Walaupun merupakan bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk makanan, formalin se-ring digunakan sebagai bahan pengawet mie basah. Chitosan adalah produk samping dari peng-olahan udang dan rajungan yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti formalin.  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan chitosan sebagai pengganti formalin terhadap sifat organoleptik dan masa simpan mie basah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan post-test only with control group. Dosis formalin dan chitosan yang digunakan masing-masing sebanyak 12, 20 dan 28 ppm. Sebagai panelis untuk uji organoleptik adalah 10 orang mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Yogyakarta. Data yang diolah dengan uji non parametrik Kruskal-Wallis menunjukkan hasil bahwa masa simpan mie basah yang ditambah dengan formalin dan chitosan tidak berbeda secara bermakna (p=0,0962) demikian juga dengan kesukaan panelis terhadap baunya (p=0,731). Adapun untuk warna, teks-tur dan rasa, kesukaan panelis terhadap mie basah yang ditambah dengan formalin dan chito-san berbeda, masing-masing dengan p=0,004; <0 0="0" aman="aman" chitosan="chitosan" dan="dan" disarankan="disarankan" formalin="formalin" ini="ini" karena="karena" kepada="kepada" konsumen.="konsumen." menggunakan="menggunakan" mulai="mulai" produsen="produsen" se-lama="se-lama" span="span" untuk="untuk" yang="yang">
   
Kata Kunci : chitosan, formalin, pengawetan makanan, sifat organoleptik

Item type : Jurnal Ilmiah
Subject    : Penyehatan Makanan Minuman
Bibliografi : Sanitasi, Volume 4 Nomor 1 Hal 1- 50, Yogyakarta
Posted by : admin jurusan kesling
Posted on : 13 Desember  2012

PERBEDAAN PENURUNAN ANGKA KUMAN DINDING SETELAH DIDISINFEKSI DENGAN SINAR ULTRAVIOLET DAN PENGKABUTAN DISINFEKTAN “V” DI RUANG PERAWATAN BP4 KOTAGEDE YOGYAKARTA TAHUN 2012




Radityasari Nugraningtyas*, Sri Muryani**, Indah Werdiningsih***

* JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl.Tatabumi 3, Banyuraden, Gamping, DIY 55293,
email: ai_want_candy@yahoo.com
** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Abstract

Patients, visitors, and workers at BP4 Kotagede are at risk of contracting respiratory and lung di-seases. Based on the preliminary survey it was revealed that wall microbe number in nursing exceeded the maximum permitted by the regulation, and so that need to be controlled. Dis-infection is one of the methods. The study was aimed to determine the difference in the reduction of microbe numbers between the use of UV sterilizer and disinfectant ‘V” by conducting an expe-riment which followed pre-test post-test only design. Samples were taken from each wall’s cen-tral point at one meter height of five nursing wards. Samples were taken in seven repetitions by using wall swab method. The results showed that UV disinfection was able to decrease the wall microbe number in average of 47.185 % (p<0 62="62" cfu="cfu" cm="cm" however="however" measurement="measurement" post-test="post-test" since="since" still="still" sup="sup" the="the" were="were">2, it was considered that this method had not fulfilled the requisite yet. On the other hand, disinfectant “V” was able reducing the microbe number in average of  93.74 % (p<0 6.28="6.28" was="was">2. 

Keywords : room disinfection, UV sterilizer, fogging disinfection, wall microbe number
Intisari

Pasien, pengunjung, tenaga kerja yang berada di BP4 Kotagede mempunyai resiko untuk ter-tular penyakit-penyakit saluran pernafasan dan paru. Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa angka kuman dinding ruang perawatan melebihi batas maksimal yang dipersyaratkan, sehingga perlu dikendalikan, salah satunya dengan disinfeksi. Tujuan penelitian ini untuk me-ngetahui perbedaan penurunan angka kuman antara disinfeksi UV sterilizer dan disinfektan “V” dengan melakukan eksperimen menggunakan rancangan pre-test post-test only. Sampel diambil pada titik tengah dinding pada ketinggi satu meter di lima ruang perawatan dengan tujuh kali ulangan menggunakan metoda usap dinding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disinfeksi de-ngan sinar ultra violet mampu menurunkan angka kuman dinding sebesar 47,185 % (p<0 62="62" angka="angka" cfu="cfu" cm="cm" didisinfeksi="didisinfeksi" kuman="kuman" masih="masih" rata-rata="rata-rata" sebesar="sebesar" setelah="setelah" sup="sup" tetapi="tetapi">2
sehingga belum memenuhi persyaratan Kepmenkes. Adapun disinfeksi menggunakan disinfektan “V” mampu menurunkan angka kuman dinding ruang perawatan dengan rata-rata 93,74 % (p<0 6="6" angka="angka" cfu="cfu" cm="cm" dan="dan" disinfeksi="disinfeksi" hasil="hasil" kuman="kuman" sebesar="sebesar" sup="sup">2 atau telah memenuhi persyaratan.

Kata Kunci : disinfeksi ruang, UV sterilizer, disinfeksi pengkabutan, angka kuman dinding

Item type : Jurnal Ilmiah
Subject    : Penyehatan Udara
Bibliografi : Sanitasi, Volume 4 Nomor 1 Hal 1- 50, Yogyakarta
Posted by : admin jurusan kesling
Posted on : 13 Desember  2012